Halaman

Selasa, 30 September 2014

HASTA BRATA, PEDOMAN SEORANG PEMIMPIN....


Seorang ksatria, tak memandang dari mana asal dan keturunannya, seharusnya dan memang sudah selayaknya menerapkan Hasta Brata dalam kehidupan sehari-harinya. Karena Hasta Brata mengajarkan seseorang, siapapun itu, tak memandang dari mana asalnya, juga tak memandang apa sukunya, apa agamanya, apa pangkatnya, seberapa tinggi derajatnya, atau bagaimana perawakannya; untuk menjadi manusia yang berjiwa ksatria yang berbudi luhur.



Budaya Jawa sangat sarat dengan nasehat dan filsafat hidup. Salah satu yang sering diajarkan oleh para tetua sebagai 'pedoman untuk menjadi pemimpin', adalah ajaran 'Hasta Brata'. Unsur-unsur dalam ajaran Hasta Brata, diasosiasikan atau diwakili dengan dengan delapan 'fenomena' yang ada di alam, yaitu:
  • Surya (matahari)
  • Candra (bulan)
  • Kartika (bintang)
  • Akasa (angkasa)
  • Maruta (angin, udara)
  • Samodra (lautan, air)
  • Dahana (api)
  • Bhumi (bumi)
Kedelapan unsur alam itu, mewakili suatu karakter/sifat tertentu, yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin (pada level/tingkat yang manapun dan jenis profesi apapun). Semakin tinggi level/tingkat seseorang pemimpin, seharusnya semakin dalam dan luas pemahaman karakter dari setiap unsur Hasta Brata-nya.

Tentu saja, seseorang yang mempelajari dan memahami ajaran Hasta Brata itu, bisa saja mencapai tingkat/level yang sangat tinggi, meskipun ia bukan seorang pemimpin. Dalam hal ini, ia bisa saja mempunyai sifat-sifat kepemimpinan tingkat tinggi, meskipun mungkin sehari-harinya ia dikenal sebagai 'orang biasa'. Jadi, ajaran Hasta Brata, sebenarnya bisa diberlakukan bagi kita, sebagai manusia biasa (masyarakat umum), jika kita menyadari dan memahaminya; karena ini suatu ajaran tentang bagaimana berperi-laku baik dan berbudi luhur. Ajaran tentang bagaimana menjadi seorang yang berjiwa 'ksatria yang berbudi luhur'....

Ringkasan penjelasan kedelapan unsur dalam ajaran Hasta Brata, bisa dicermati di bawah ini.

  1. Unsur 'surya' (matahari). Matahari, bersifat memancarkan sinar terang, yang berperan sebagai sumber kehidupan. Pemimpin, hendaknya mampu menumbuh-kembangkan daya hidup dan semangat orang lain (rakyatnya), untuk membangun dan mengembangkan bangsa dan negaranya. Ia, harus bisa memberikan pencerahan kepada orang lain (rakyatnya).
  2. Unsur 'candra' (bulan). Bulan, bersifat memancarkan cahaya di kegelapan malam. Seorang pemimpin, hendaknya mampu memberi semangat kepada rakyatnya, di tengah suasana suka ataupun duka. Ia harus bersedia menjadi penerang hati orang lain (rakyatnya), di saat seseorang sedang mengalami kesulitan.
  3. Unsur 'kartika' (bintang). Bintang, bersifat memancarkan sinar kemilau di tempat tinggi, hingga dapat dijadikan pedoman arah. Seorang pemimpin, hendaknya menjadi tauladan atau panutan bagi orang lain (rakyatnya), untuk berbuat kebaikan. Ia juga harus meyakinkan rakyatnya, untuk selalu berusaha mencapai cita-cita dan mimpinya.
  4. Unsur 'akasa' (angkasa, langit). Angkasa, bersifat luas tak berbatas, sehingga mampu memberikan keluasan wawasan dan pengetahuan kepada orang lain (rakyatnya). Seorang pemimpin bukan sekedar memerintah atau memberikan komando. Tetapi ia juga harus bisa memberikan pengetahuan, pembaruan berpikir, pembaruan wawasan, dan memberikan pemahaman 'tahu diri'. Bahwa di dalam keluasan pemahaman atas sesuatu, pasti ada batas ketidak-mampuan (sebagai manusia) yang harus disadari.
  5. Unsur 'maruta' (angin, udara). Angin atau udara, bersifat selalu ada dimana-mana, tanpa membedakan tempat, serta selalu mengisi semua ruang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyatnya, tanpa membedakan derajat dan martabat. Mendengar dan memahami orang lain (rakyatnya), tidak bisa dilakukan dari jauh, melainkan harus menyentuh langsung ke tempatnya, menyentuh hatinya, dan menyentuh perasaannya.
  6. Unsur 'samodra' (laut, air). Laut atau air, bersifat luas, dingin, dan menyejukkan. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai sifat menyejukkan orang lain (rakyatnya), penuh dengan kasih sayang, tidak berlaku sombong, dan menjadi penampung segala kerisauan hati dan beban rakyatnya. Seorang pemimpin haruslah bersikap 'lembah manah' (baik hati). Menerima segala keluh-kesah orang lain (rakyatnya) dengan hati terbuka.
  7. Unsur 'dahana' (api). Api, bersifat mempunyai kemampuan membakar semua yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin, hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran, berani mengambil risiko, dan bisa berlaku tegas tanpa pandang bulu. Ia juga harus bisa mengobarkan semangat orang lain (rakyatnya). Seorang pemimpin, juga harus bisa memberikan kehangatan terhadap orang lain (rakyatnya), tanpa harus membakar perasaan, emosi, dan hatinya.
  8. Unsur 'bhumi' (bumi, tanah). Bumi, bersifat kuat dan murah hati. Selalu memberi hasil kepada yang merawatnya. Pemimpin hendaknya bermurah hati (melayani) pada rakyatnya, untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya. Pemimpin dan rakyat, adalah 'pasangan' yang seharusnya serasi. Tanah (bumi) yang subur, akan membuat tanaman (rakyat) hidup subur dan damai.

Di luar segalanya, seorang pemimpin dalam menjalankan aktifitasnya, hendaknya juga bersikap:

'Aja gumunan'. Jangan mudah merasa terheran-heran, saat melihat sesuatu terjadi secara tiba-tiba. Di dunia yang penuh dengan kemajuan teknologi ini, banyak hal yang tida-tiba datang menghambur. Ini merupakan sebuah konsekuensi logis dari sebuah kemajuan. Karenanya, tidak perlu bersikap heran.

'Aja kagetan'. Jangan mudah kaget dengan sesuatu yang terjadi. Pada masa sekarang, perubahan seringkali terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan perubahan bisa terjadi dalam waktu yang tak disangka-sangka. Seorang pemimpin bukanlah seorang yang selalu bertindak 'reaktif'. Tetapi seorang yang bertindak berdasar suatu pemikiran dan pertimbangan yang dalam dan luas. Termasuk memikirkan dampaknya terhadap orang lain (rakyatnya).

'Aja dumeh'. Jangan suka menggunakan kesempatan, hanya karena mempunyai wewenang dan kekuasaan. Jangan menggunakan kesempatan untuk melakukan berbagai hal yang bersifat negatif (korupsi, memasukkan kerabat/teman/anak sebagai pegawai di dalam lingkungan kerja, bersekongkol dengan orang lain, bersekongkol dengan pengusaha); hanya karena ia menjadi pemimpin dan mempunyai wewenang dan kekuasaan....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar