Halaman

Selasa, 30 September 2014

MERENUNGKAN GENDHING TALU WAYANGAN...

Saat para pradangga mulai memainkan alunan Gendhing Talu Wayangan dengan penuh perasaan dan emosi, semua bayangan tentang kehidupan kita seperti dikhayalkan kembali, sejak kita masih dalam mimpi-mimpi orang tua kita, sampai kita nanti kembali ke haribaan Sang Penguasa Jagat Raya. Permainan yang dilakukan selama setengah sampai satu jam itu, seperti menceritakan kembali sejuta riwayat kita sebagai manusia. Sedangkan pagelaran yang digelar sang dhalang selama semalam suntuk itu, sebenarnya ibarat hanya seujung hitamnya kuku jari kita, dibandingkan dengan apa yang dikandung dalam syair dan makna alunan Gendhing Talu Wayangan yang memenuhi kenangan kita....
Ini merupakan koleksi sejumlah Gendhing Talu Wayangan dari masa yang lampau. Sangat indah, klasik, menyentuh perasaan, dan enak untuk didengarkan (terutama jika didengarkan di kesunyian malam); serta bisa membuat perasaan kita menjadi tenang.

Sejumlah besar Gendhing Talu Wayangan lengkap ini disunting secara khusus dari berbagai pagelaran wayang kulit purwa yang dibawakan oleh Ki Narto Sabdho almarhum pada sekitar tahun 1970-an. Permainan iramanya sangat terasa khas 'wayangan'. Misalnya dengan permainan 'kendhang kosek wayangan' yang sangat khas dan sama sekali berbeda dengan kendhangan pengiring klenengan biasa. Gendhing Talu Wayangan memang bisa membuat hati pendengarnya bergetar, karena semuanya mengisahkan kehiduapn kita sebagai manusia, sejak belum ada sampai kita kembali tidak ada....

Gendhing Talu, merupakan suatu rangkaian gendhing yang lazimnya dimainkan sesaat sebelum pagelaran wayang kulit purwa dimulai. Lama permainan Gendhing Talu, biasanya berkisar sekitar duapuluh menit sampai sekitar satu jam. Gendhing Talu, pada dasarnya menceritakan tentang kehidupan manusia, sejak ia belum ada, sampai ia tidak ada. Rangkaian permainan Gendhing Talu, melambangkan seluruh kehidupan manusia, sejak manusia masih dalam bentuk impian dan jauh sebelum lahir, sampai manusia kembali ke haribaan Sang Panguasa Jagat Raya. Sedangkan pagelaran wayang yang dimainkan semalam suntuk, sebenarnya hanyalah sepenggal yang amat sangat kecil, dari seluruh kehidupan manusia. Karenanya, memahami dan mendengarkan permainan rangkaian Gendhing Talu, sama dengan mencoba memahami bagaimana kita sebagai manusia hidup sebelum, selama di alam janaloka, dan sesudahnya. Juga berisi pemahaman tentang hubungan kita dengan orang tua kita (ayah dan ibu), serta hubungan kita dengan Sang Penguasa Jagat Raya.

Permainan Gendhing Talu, merupakan cerita tentang ritual kehidupan manusia yang sakral. Karenanya, tidaklah layak memainkan rangkaian Gendhing Talu dengan disisipi permainan nada atau syair yang mengumbar nafsu dan naluri rendah manusia. Sebaliknya, memainkan rangkaian Gendhing Talu, semestinya dilakukan secara hikmat, penuh hormat, penuh perasaan, emosional, dan mungkin saja juga penuh haru.

Gendhing Talu ini, merupakan hasil suntingan dan potongan dari pagelaran wayang kulit purwa yang dimainkan oleh para pradangga grup kesenian Condong Raos (dari Kota Semarang), yang dipimpin oleh Ki Narto Sabdho almarhum. Pagelaran wayangnya, dilaksanakan pada sekitar tahun 1970-an. Gaya permainan dan garap karawitannya yang sangat tradisional, klasik, dan tidak neko-neko; membuat permainan Gendhing Talu ini menjadi sangat indah dan enak dinikmati. Irama kosek wayangannya, yang relatif agak cepat dan sangat khas, sangat terasa dominan pada seluruh permainan Gendhing Talu ini. Semua hal ini, membuat bentuk rupa garap karawitannya sangat khas wayangan.

Pada saat hendak melakukan pagelaran wayang kulit purwa, Ki Narto Sabdho seringkali menyempatkan diri memainkan ricikan kendhang, pada saat diperdengarkan Gendhing Talu, yakni kira-kira sejam sebelum pagelaran wayang kulit purwa semalam suntuk dimulai. Hal ini, disebabkan beliau selama bertahun-tahun sebelumnya adalah seorang panjak kendhang yang sangat terampil, dan sangat bagus permainan kendhang-nya. Dalam berbagai pagelaran wayang kulit purwa, saat memainkan Gendhing Talu, beliau seringkali juga unjuk kebisaan dan kemampuan, memainkan sembilan macam kendhang sekaligus.

Meskipun Ki Narto Sabdho sudah lama meninggal, namun rekaman berbagai pagelaran wayang kulit purwa dan klenengan Jawa-nya sampai sekarang masih diburu orang, untuk dinikmati, didengarkan, dan dikoleksi. Bahkan, sampai sekarang sekali pun, rekaman berbagai pagelaran wayang kulit purwa dan klenengan yang dibawakannya bersama grup kesenian Condong Raos dari Kota Semarang, tetap bisa didengarkan oleh banyak pecintanya, karena sangat sering disiarkan oleh sejumlah besar stasiun pemancar radio brodkas, yang kebanyakan merupakan stasiun pemancar radio brodkas swasta, yang berasal dari berbagai kota di wilayah Pulau Jawa dan sekitarnya. Ini merupakan suatu indikasi bahwa Ki Narto Sabdho tetap dicintai dan tetap hidup dihati para pecinta dan penggemarnya.

Ki Narto Sabdho dikenal kreatif dalam membuat, mengarang, dan menggubah lagu, tembang, atau gendhing Jawa. Hasil karyanya, bahkan tetap banyak dimainkan oleh banyak pradangga dalam berbagai kesempatan pagelaran. Dalam hal pagelaran wayang kulit purwa, Ki Narto Sabdho dikenal sangat pandai mempermainkan emosi dan perasaan penontonnya. Kecanggihan sastra, pengolahan alur cerita, penokohan, menyusun logika, drama dan suasana yang dihasilkan selama pagelaran berlangsung, biasanya bisa membawa dan memperngaruhi perasaan dan emosi penontonnya.

Kemahirannya mendramatisasi cerita, tokoh, dan suasana; selama pagelaran wayang kupit purwa dilangsungkan, rupanya membuat Ki Narto Sabdho selalu dikenang dan berada di dalam hati sanubari setiap penggemar dan pecintanya sepanjang masa. Hal itulah yang membuat nama Ki Narto Sabdho selalu diingat orang. Rekaman berbagai pagelaran yang pernah dilakukannya dan teknologi masa kini, rupanya telah 'menghidupkan kembali' Ki Narto Sabdho di dunia maya dan di alam khayal para penggemar dan pecintanya....

Untuk mendengarkannya, Anda cukup meng-'klik' judul yang berwarna biru di bawah ini, lalu secara otomatis Gendhing Talu Wayangan yang Anda pilih akan dipagelarkan.

________________________________________________________

Renungan.......

Bayangkan, betapa syahdunya saat malam hari di wilayah pedalaman Pulau Jawa, sang bulan sedang purnama, dengan cahaya keemasan terang benderang di angkasa raya; sementara Anda berada di sana duduk termenung, mendengarkan sayup-sayup alunan permainan Gendhing Talu Wayangan, ditingkah malam purnama yang indah dengan jutaan bintang bertaburan di angkasa raya. Pagelaran wayang belum dimulai, tetapi Anda sudah hadir di alam khalayal itu, menunggu sang dhalang menceritakan kembali seluruh perjalanan hidup Anda. Saat Anda bersedih, gembira, berlinang airmata, jatuh cinta, saat ditinggalkan, saat sendirian, saat menghadapi kegagalan, saat meraih mimpi, saat mengalami kemenangan, saat mendapat keberhasilan, saat jatuh cinta, saat menikah, saat menimang putra-putri yang dimimpikan, saat membesarkan mereka, saat mengalami kekonyolan, atau saat tertawa terbahak-bahak; mentertawakan diri dan kelakuan kita.......

Selamat mendengarkan, semoga Gusti Allah Sang Penguasa Jagat Raya berkenan selalu mengkaruniakan bahagia, sejahtera, dan kemampuan untuk bersyukur; atas segala yang telah dilimpahkan kepada kita. Semoga, setiap kali kita mendengarkan permainan Gendhing Talu Wayangan, kita akan selalu diingatkan kepada kebesaran Sang Penguasa Jagat Raya dan suatu ketika nanti kepada-Nya-lah kita akan kembali......

Dimulai dari alunan Gendhing Laler Mengeng dalam Laras Slendro Pathet Sanga yang sendu dan bernada 'barang miring'. Membawa serta mimpi-mimpi tentang segala peristiwa kehidupan kita ke dalam alam khayal kita. Lalu, diakhiri dengan alunan Srepegan Tlutur yang terasa mengoyak perasaan. Lalu tiba-tiba kita seakan diingatkan kepada siapa kita, mengapa kita ada, dari mana kita, apa yang telah kita lakukan, dan ke mana serta kepada siapa kita akan kembali; saat dialunkan Gendhing Talu Wayangan.......





Alunan Gendhing Talu Wayangan seakan menceritakan segala kebaikan dan keburukan yang telah kita alami sepanjang hayat. Bahkan sejak kita masih dalam bentuk mimpi indah orang tua kita, dan belum ada di dunia; sampai saat kita dipanggil kembali ke pangkuan Sang Penguasa Jagat Raya....

Adegan demi adegan dalam pagelaran wayang yang dilaksanakan selama semalam suntuk itu, sebenarnya hanyalah ibarat petikan kecil seujung hitamnya kuku jari kita. Sedangkan pagelaran sejarah kehidupan kita yang sesungguhnya sebagai manusia, digelar dan ditembangkan dalam alunan Gendhing Talu Wayangan yang hanya sejam.....

Baik dan buruk, selalu mewarnai kehidupan kita sebagai manusia. Menghayati pagelaran wayang, sebenarnya sama dengan menghayati seluruh kehidupan kita di dunia ini.

Kegembiraan dan kesedihan, kemenangan dan kekalahan, kebenaran dan kejahatan, kegagalan dan keberhasilan, atau bahkan kehidupan dan akhirnya juga kematian; seluruhnya mewarnai kehidupan manusia di alam jana-loka. Seluruhnya disampaikan dalam bentuk bayangan kehidupan, berupa permainan wayang (permainan bayang-bayang) yang menyentuh seluruh perasaan dan emosi kita sebagai manusia....

Bayang-bayang..... Alangkah tepatnya nenek-moyang kita dulu memberikan penggambaran kepada kita tentang bayangan khayal kehidupan kita. Bahwa seluruh kehidupan kita itu, seakan seperti alunan nada dan syair Gendhing Talu Wayangan yang sendu dan menghentakkan perasaan dan emosi kita. Setiap kali Gendhing Talu Wayangan terdengar, kita seperti diingatkan kembali kepada jati diri kita dan bahwa kita sama sekali tak ada bandingannya dengan kekuasaan Sang Penguasa Jagat Raya.....


1 komentar:

  1. Benar benar mengharu biru... Tentram menikmati kesunyian melupakan hiruk pikuk dunia yg semakin menjengahkan... Terima kasih

    BalasHapus